Tradisi Arak Ndog Menyambut Mauludan  

Posted by: BanyuwangiTour in

Ada yang beda saat Maulid Nabi di Banyuwangi.
Warga Banyuwangi punya kebiasaan arak-arak endog (telur) untuk memperingati serta memeriahkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setiap desa di Banyuwangi terutama suku Osing yang menggelar adat ini. Dalam acaraini selalu diadakan arak-arakan endog atau bisa disebut dengan pawai Kembang Endog (bunga telur) dan serakanlan(puji-pujian) di masjid-masjid yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kembang Endog dibuat dari telur yang direbus, kemudian ditusukkan ke bambu yang suddah diraut lalu dihias dengan kertas warna. Kembang Endog memiliki makna yang besar: telur melambangkan kelahiran Nabi Muhammad SAW. , bambu melambangkan keimanan manusia, bunga kertas melambangkan indahnya iman.
Kembang Endog yang sudah jadi ditancapkan ke batang pisang. Ditancapkan ke atas seperti pegunungan yang dinamai Jhodang.
Telur itu sendiri memiliki makna sangat dalam. Bagian telur ada 3: kulit, putih telur dan kuning telur dilambangkan sebagai alam kandungan, alam dunia, dan alam akhirat.Ditujukan agar manusia mengingat dari mana asalnya (alam kandungan), bertingkah laku yang baik selama hidup (alam dunia), hidup itu harus hati-hati-mengendalikan nafsu karena kelak akan mendapat balasan dari segala perbuatan (alam akhirat).

Banyaknya telur yang ditancapkan ke batang pisang, hitungannya harus tepat di angka ganjil, yaitu angka 3, angka 7, angka 9, angka 33, angka 99. Semua itubmempunyai arti sendiri-sendiri menurut keyakinan yang dianut masyarakat.
Ditancapkan ke batang pisang, karena batang pisang itu bisa di ibaratkan raga manusia. Di bungkus kertas di ibaratkan baju. Meskipun di luar busuk, kalau di buka lagi masih terlihat bagus. Dalam hal ini dinamai hati nurani manusia. Maksudnya sejelek-jelek manusia masih bisa berlaku baik.
 Telur-telur yang sudah di tata rapi seperti pegunungan, lalu ditancapkan ke batang pisang dan dibawa ke masjid bersama-sama. Batang pisang tadi bisa di tandu orang banyak, batang pisang yang kecil di tandu oleh 4 orang atau2 orang saja dan di arak menuju masjid.

Read More..

Ayo Belajar Bareng Basa Using (Wangsalan)  

Posted by: BanyuwangiTour in


Nambahi cathetan maning :
Wangsalan 
Contone : 
• blimbing bumi (wesah) artine susah 
• gelepung sawi (kanji) artine janji 
• ngelawang banyu (dham) artine ngidham 
• ngelemah bom (pasir) artine ngesir 
• mbelung nangka (beton) artine katon-katonen 
• ngerambut pitik (wulu) artine ngelulu
• gelang alit (ali-ali) artine ngelali
• merica kecut (wuni) artine sak uni-unine
• damar gunung (lintang) artine ketang-ketang
• ngrokok cendek (tegesan) artine negesan
• semur wader(koyong) artine keloyongan
• deling kambang wonten lautan (katir) artine kuwatir.
• manuk cilik kang anter ibere (manuk prit) artine morat-marit
• kintel godhong (kembang wongso) artine nelongso
• griya alit wonten pinggire mergi (pejagan) artine jaganen.
Read More..

Sejarah Kota Banyuwangi  

Posted by: BanyuwangiTour in

Merujuk data sejarah yang ada, sepanjang sejarah Blambangan kiranya tanggal 18 Desember 1771 merupakan peristiwa sejarah yang paling tua yang patut diangkat sebagai hari jadi Banyuwangi. Sebelum peristiwa puncak perang Puputan Bayu tersebut sebenarnya ada peristiwa lain yang mendahuluinya, yang juga heroik-patriotik, yaitu peristiwa penyerangan para pejuang Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger ( putra Wong Agung Wilis ) ke benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768.
Namun sayang peristiwa tersebut tidak tercatat secara lengkap pertanggalannya, dan selain itu terkesan bahwa dalam penyerangan tersebut kita kalah total, sedang pihak musuh hampir tidak menderita kerugian apapun. Pada peristiwa ini Pangeran Puger gugur, sedang Wong Agung Wilis, setelah Lateng dihancurkan, terluka, tertangkap dan kemudian dibuang ke Pulau Banda ( Lekkerkerker, 1923 ).
Berdasarkan data sejarah nama Banyuwangi tidak dapat terlepas dengan keajayaan Blambangan. Sejak jaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan juga sampai ketika Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk memasuki dan mengelola Blambangan ( Ibid.1923 :1045 ).
Pada tahun 1743 Jawa Bagian Timur ( termasuk Blambangan ) diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC, VOC merasa Blambangan memang sudah menjadi miliknya. Namun untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang simpanan, yang baru akan dikelola sewaktu-waktu, kalau sudah diperlukan. Bahkan ketika Danuningrat memina bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan (Ibid 1923:1046).
Namun barulah setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya (komplek Inggrisan sekarang) pada tahun 1766 di bandar kecil Banyuwangi ( yang pada waktu itu juga disebut Tirtaganda, Tirtaarum atau Toyaarum), maka VOC langsung bergerak untuk segera merebut Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum dalam peprangan yang terjadi pada tahun 1767-1772 ( 5 tahun ) itu, VOC memang berusaha untuk merebut seluruh Blambangan. Namun secara khusus sebenarnya VOC terdorong untuk segera merebut Banyuwangi, yang pada waktu itu sudah mulai berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai Inggris.
Dengan demikian jelas, bahwa lahirnya sebuah tempat yag kemudian menjadi terkenal dengan nama Banyuwangi, telah menjadi kasus-beli terjadinya peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Kalau sekiranya Inggris tidak bercokol di Banyuwangi pada tahun 1766, mungkin VOC tidak akan buru-buru melakukan ekspansinya ke Blambangan pada tahun 1767. Dan karena itu mungkin perang Puputan Bayu tidak akan terjadi ( puncaknya ) pada tanggal 18 Desember 1771. Dengan demikian pasti terdapat hubungan yang erat perang Puputan Bayu dengan lahirnya sebuah tempat yang bernama Banyuwangi. Dengan perkataan lain, perang Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi. Karena itu, penetapan tanggal 18 Desember 1771 sebagai hari jadi Banyuwangi sesungguhnya sangat rasional.
LEGENDA ASAL USUL BANYUWANGI
Konon, dahulu kala wilayah ujung timur Pulau Jawa yang alamnya begitu indah ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya ia dibantu oleh seorang Patih yang gagah berani, arif, tampan bernama Patih Sidopekso. Istri Patih Sidopekso yang bernama Sri Tanjung sangatlah elok parasnya, halus budi bahasanya sehingga membuat sang Raja tergila- gila padanya. Agar tercapai hasrat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung maka muncullah akal liciknya dengan memerintah Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa. Maka dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, sang Patih berangkat untuk menjalankan titah Sang Raja. Sepeninggal Sang Patih Sidopekso, sikap tak senonoh Prabu Sulahkromo dengan merayu dan memfitnah Sri Tanjung dengan segala tipu daya dilakukanya. Namun cinta Sang Raja tidak kesampaian dan Sri Tanjung tetap teguh pendiriannya, sebagai istri yang selalu berdoa untuk suaminya. Berang dan panas membara hati Sang Raja ketika cintanya ditolak oleh Sri Tanjung.
Ketika Patih Sidopekso kembali dari misi tugasnya, ia langsung menghadap Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul, memfitnah Patih Sidopekso dengan menyampaikan bahwa sepeninggal Sang Patih pada saat menjalankan titah raja meninggalkan istana, Sri Tanjung mendatangi dan merayu serta bertindak serong dengan Sang Raja.
Tanpa berfikir panjang, Patih Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak beralasan.
Pengakuan Sri Tanjung yang lugu dan jujur membuat hati Patih Sidopekso semakin panas menahan amarah dan bahkan Sang Patih dengan berangnya mengancam akan membunuh istri setianya itu. Diseretlah Sri Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dari Sri Tanjung kepada suaminya, sebagai bukti kejujuran, kesucian dan kesetiannya ia rela dibunuh dan agar jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu, apabila darahnya membuat air sungai berbau busuk maka dirinya telah berbuat serong, tapi jika air sungai berbau harum maka ia tidak bersalah.
Patih Sidopekso tidak lagi mampu menahan diri, segera menikamkan kerisnya ke dada Sri Tanjung. Darah memercik dari tubuh Sri Tanjung dan mati seketika. Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai dan sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih seperti kaca serta menyebarkan bau harum, bau wangi. Patih Sidopekso terhuyung-huyung, jatuh dan ia jadi linglung, tanpa ia sadari, ia    menjerit "Banyu..... ... wangi............... . Banyu    wangi ... .." Banyuwangi terlahir dari bukti cinta istri    pada suaminya.
Read More..

Wisata Sejarah Rowo Bayu  

Posted by: BanyuwangiTour in

Petilasan Prabu Tawang Alun berada di kawasan “Rowo Bayu”, Kecamatan Songgon. Rowo dalam bahasa Indonesia berarti “Rawa” sedangkan Bayu itu sendiri diambil dari nama desa “Bayu”, Rowo Bayu (Rawa di desa Bayu) begitulah penduduk sekitar menyebut kawasan yang dianggap sakral ini. Sebuah bangunan candi nampak kokoh berdiri di atas bukit yang mana menurut juru kunci wisata sejarah Rowo Bayu disebut “Candi Puncak Agung Macan Putih” yang didirikan untuk menghormati roh para leluhur yang telah berjasa dalam mempertahankan tanah Blambangan dalam perang Puputan Bayu tahun 1771.
Selanjutnya jika kita menelusuri jalan jalan setapak, maka kita akan menemui bangunan wisata sejarah situs Batu Suci Petilasan Prabu Tawang Alun dimana di sekitar bangunan tersebut terdapat sumber mata yang diyakini sebagai mata air suci diantaranya adalah sumber mata air “Kamulyan”, sumber mata air “Dewi Gangga”, dan sumber mata air “Pancoran Suwelas” yang airnya mengalir menuju telaga utama.
Pada bukit pertama saat kita masuk area Rowo Bayu akan dapat kita temui satu pohon yang amat besar nan eksotis yang merupakan gabungan dari pohon Beringin dan pohon Apak dimana terdapat sebuah rongga mirip goa di tengah nya. Apabila kita masuk dan melihat ke atas, maka gabungan 2 (dua) pohon tersebut menghasilkan rongga tinggi mirip sebuah sumur dengan lilitan akarnya yang ibarat ornamen-ornamen alam. Telaga nan jernih diantara bukit dan hutan yang rimbun penuh pohon besar mengentalkan aroma mistis di kawasan ini. Konon menurut mitos yang berkembang di masyarakat sekitar, pada malam-malam tertentu telaga Bayu dijadikan tempat untuk mandi para bidadari.
Dokumentasi :
rowobayu.jpgrowobayu2.jpgrowobayu3.jpgrowobayu4.jpg
rowobayu5.jpgrowobayu6.jpgrowobayu7.jpgrowobayu8.jpg
Read More..

Monumen PANCASILA JAYA Banyuwangi  

Posted by: BanyuwangiTour in

Monumen PKI banyuwangi 

Foto yang anda lihat adalah Monumen Pancasila Jaya. Terletak di Dusun Cemethuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Monumen ini didirikan untuk mengenang tragedi pembantaian 18 Oktober 1965. 


kuburan PKI banyuwangi
Foto Monumen sumur/pemakaman korban tragedi PKI cemetuk

Pada tragedi ini terdapat 62 orang Anshor dibantai oleh anggota PKI. Dan para korban pembantaian itu dimakamkan secara masal ke dalam 3 sumur. Dan tepat di atas sumur tersebut dibangun sebuah Monumen Lubang Buaya seperti terlihat di atas.

monumen pancasila jaya
foto sisi kiri monumen pancasila jaya

monumen PKI cemetuk banyuwangi
foto sisi kanan monumen pancasila jaya

pancasila jaya
foto : tulisan dibawah monumen pancasila jaya

Dari tragedi ini kita tahu bahwa Kabupaten Banyuwangi tak luput dari ekspansi Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebab selama ini, buku-buku sejarah yang ada di sekolah hanya menyebutkan tentang anggota PKI yang membunuh para jenderal di Jakarta serta pembantaian di Madiun. Dan ini menjadi indikasi bahwa sejarah nasional hanya menyediakan lahan yang sempit untuk mengungkap sejarah PKI di daerah. Padahal untuk mengungkap sebuah kebenaran sejarah diperlukan berbagai macam referensi dan data yang bisa dipertanggungjawabkan serta bisa dikaji oleh generasi penerus bangsa. Sehingga bisa dipelajari dan diresapi sebagai pengalaman kelam perjalanan bangsa Indonesia.

Berawal dari latar belakang tersebut. Maka tergeraklah sejumlah pemuda yang peka dan mau mengangkat harkat dan martabat Kabupaten Banyuwangi lewat sejarah dan kekayaan budaya. Dan mereka tergabung dalam komunitas Blambangan Heritage.

blambangan heritage 
foto Admin dan anggota komuintas Blambangan Heritage

Grup Facebook :  Blambangan Heritage
Read More..

Biografi Bupati Banyuwangi Abbullah Azwar Anas  

Posted by: BanyuwangiTour in

Abdullah Azwar Anas lahir di Banyuwangi, 06 Agustus 1973. Pendidikannya Sejak MI sampai SMA ia habiskan di dunia Pesantren sebelum kemudian hijrah ke Jakarta sebagai mahasiswa UniversitasIndonesia. Saat ini ia duduk di Komisi VI  DPR RI serta Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR RI 2004-2009 dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Sebelumnya, ia berkiprah di komisi VIII dan selama hampir lebih dari 4 tahun duduk dan berkiprah di Komisi V DPR RI.

Kendati tergolong masih belia, dunia politik tidak asing lagi bagi dia, Debut politiknya dimulai sejak  usia 24 tahun, Ia  menjadi Anggota MPR RI Utusan Golongan tahun 1997 sebagai anggota termuda. Peraih Penghargaan Rektor UniversitasIndonesia sebagai Mahasiswa Berprestasi Tahun 1995 ini sempat menjabat Wakil Sekjen DPP PKB.

Kematangannya sebagai anggota DPR RI tak lepas dari pengalaman organisasi yang ia lalui, tercatat ia pernah menjadi sekjend PP IPNU (1996-2000), Ketua Umum PP IPNU (2000-2003) dan Ketua PP GP Ansor (2005-2010), disamping itu, ia juga pernah mengenyam pendidikan di Lemhanas sebagai peserta kursus kepemimpin termuda (1995)

Sebagai wakil rakyat, Azwar Anas, begitu ia biasa dipanggil, terlibat dalam berbagai Pansus dan alat kelengkapan DPR lainnya. Misalnya, Pansus Tata Ruang sebagai wakil ketua, Pansus RUU ITE, Panitia Anggaran, menjadi salah satu inisiator lahirnya Hak Angket BBM, BLBI, dan Angket Haji serta angket hak rakyat untuk memilih (DPT). Di bidang politik, Azwar Anas juga terlibat langsung dalam Pansur RUU Pilpres

Menteri Perhubungan Kabinet Bayangan yang mendapat gelar master dari FISIP UI ini Pada Pemilu 2004 lalu tercatat sebagai calon anggota DPR-RI nomor urut 4 dari daerah pemilihan Jatim III yang meliputi Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo dengan memperoleh suara 135.337
Bagi Azwar, motivasinya menjadi anggota legislatif (caleg) adalah dapat memperjuangkan hak-hak masyarakat yang selama ini belum mampu disuarakan dengan baik. Dengan  masuk dalam dunia legislatif diharapkan dapat memperjuangkan banyak hal "Apalagi hari ini, negara kita masih terkait dengan persoalan-persoalan struktural. Sehingga banyak hal yang perlu dipecahkan secara struktural. Termasuk persoalan kemiskinan. Saya kira soal kemiskinan bukan karena masyarakat tidak mampu. Tetapi karena ada persoalan struktural yang belum dipecahkan. Dari sini saya kira memang political will itu masih sangat menentukan. Karena itu kebijakan-kebijakan politik menjadi penting dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat”

SANTRI dan POLITIK
KETIKA masih jadi mahasiswa, tak pernah terlintas dalam benak Abdullah Azwar Anas untuk memikirkan masalah politik. “Ketika itu saya justru ingin menjadi guru agama saja,” kenang Anas.

Perjalanan karier pria Jawa Timur melewati banyak tikungan. Tumbuh dari keluarga santri, Anas sempat mengenyam pendidikan pesantren di Madura.

Suasana yang kental religius terus menyemangatinya, sampai ia berhasil meraih dua titel S-1: dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI), dan Fakultas Teknologi Pendidikan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Jakarta. Predikat mahasiswa UI berprestasi juga disandangnya pada 1995.

Katakunan orang tuanya, KH. Muhammad Musayyidi dan Siti Aisyah, menekuni pendidikan agama, mengilhami cita-cita tersebut. ”Dengan menjadi ilmuwan, saya yakin bisa melakukan pencerahan di masyarakat,” begitu tekad bapaj dari Ahmad Danial Azka ini.

Namun, cita-cita tinggal cita-cita. Saat terpilih menjadi anggota MPR dari utusan Golongan pada 1997, suami Ipuk Fiestiandani ini justru mulai tertarik dunia politik. “saya berobsesi menjadi politikus yang hebat, tokoh nasional,” tutur pemilik Nissan X-Trail B 1926 NU ini.

Untuk sementara, ia tak mau bermuluk-muluk dalam berpolitik. ”Yang penting bekerja serius, dan selebihnya orang lain yang menilai,” tukas pengagum Buya Hamka, KH Abdurrahman Wahid, dan KH Mustofa Bisri ini.

Anak kedua dari 11 bersaudara ini mulai mantap menetapkan karier politiknya ketika mendulang suara cukup besar dalam Pemilu 2004 dan berhak menjadi anggota DPR. Sebelumnya, pada Pemilu 1999, pelahap sate kambing ini gagal ke Senayan.

OGAH LOYO

SEMPITNYA waktu, tak Berarti Membuat pemakai sepatu Merek Mont Blanc ini lupa menjaga diri. Fitness di Park Land Hotel, Kuningan, atau terapi pijat refleksi di Auto Mall, kerap disambangi pria yang suka main bulu tangkis dengan karibnya, mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Syaifullah Yusuf. ”Olah Raga sudah menjadi kebutuhan bagi saya. 
Kalau nggak Olah raga, Badan jadi loyo,” katanya.

Ya, Anas memang tak mau loyo. Masih ada seabreg obsesi lain yang harus ia wujudkan. Antara lain, mengambil gelar Doctor untuk bidang Komunikasi di UI. ”Saya juga mau jadi konglomerat,” tukas komisaris PT Utan Kayu, yang bergerak di bisnis onderdil mobil ini. (*)
Read More..

LAROS?  

Posted by: BanyuwangiTour in

Laros adalah sebuah nama yang di pakai anak-anak muda Banyuwangi untuk menunjukkan identitas mereka. LarOs di ambil dari bahasa Osing yaitu Lare Osing atau Lareosing yang artinya Anak Osing, Osing adalah suku asli Banyuwangi.
Dalam perkembangannya lareosing tidak hanya sebutan untuk anak suku asli, akan tetapi sifatnya lebih luas dalam artian anak banyuwangi pendatangpun  apabila lahir di banyuwangi dan menetap disana maka sudah bisa di sebut sebagai Lareosing.
Read More..

Kamus B.Osing U, W & Y  

Posted by: BanyuwangiTour in

U

Uang : Picis
Uang : Yotro
Ubi kayu : Sawai
Ubi jalar : Sabrang
Untuk : kanggo
Usang : Bluwek
Usah : Kathik (Heng kathikan weh = gak usah dah )
Usang : Luwas
Umpama : Cumpune
Ugal-ugalan : Mursal
Ular : Ulogk
Urap : Kerawu/au
Umpat/misuh : Celleng

W

Wanita : wadon
Wah! : “byek!(ungkapan)
Wah : “Bebyek(ungkapan)
Wah : “Boros”(ungkapan)
Waktu : Wayah
Wajah kotor(karena baru bangun tidur ) : Korep
Wajar : Mupakat (Tdk wajar : heng mupakat}
Walau : Ambekno
Walau : Masio
Wajah : Praenan
Waspada : Amening

Y

Yang : kang, hang
Ya : yok,Iyok
Read More..