Ritual 'Mantu Kucing'
sebagai upaya ngalap berkah agar diberikan turun hujan, dilaksanakan oleh warga
Desa Grajakan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, pada Jumat (02/11/12).
Dipilihnya hari Jumat Kliwon pada pelaksanaan kali ini sebagai
alternatif Jumat Pahing, dua diantara hari Jumat yang secara rutin setiap tahun
ditentukan oleh para sesepuh Desa Grajakan sebagai hari H. Selain minta hujan,
yang lebih substansi dalam ritual ‘Mantu Kucing’ itu adalah doa bersama meminta
keselamatan seluruh warga masyarakat Desa.
Sedangkan sentra ritual tetap seperti tahun-tahun sebelumnya,
selalu di lokasi sumber ‘Mbah Umbul’, yang terletak di Dusun Curahjati, Desa
Grajakan, Kecamatan Purwoharjo. Mengingat para leluhur mereka pertamakali
memang menggelar ritual disitu, sehingga sebagai generasi penerusnya harus
menapak tilasi.
Hingga kini, tidak ada yang bisa menyatakan secara pasti sejak
kapan dimulainya ritual ‘Mantu Kucing’ yang menyedot ratusan bahkan ribuan
warga dalam maupun luar Desa tersebut. Namun menurut Mbah Martoyo, 80
,diperkirakan ritual ‘Mantu Kucing’ sudah dilaksanakan sejak jaman Belanda.
Hal itu juga dibenarkan oleh Mbah Mijan, 75 sesepuh Desa lainnya
yang selama ritual berlangsung mesti didapuk sebagai pemimpin doa, setelah
sebelumnya serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan diujubne (menyampaikan
niat dan tujuan acara) oleh sesepuh Desa Mbah Man,70. “Kinten-kinten ritual
mantu kucing niki sampun dimulai milai jaman penjajahan Belanda (kira-kira
ritual mantu kucing ini sudah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda),” ungkap
Mbah Martoyo.
Ritual ‘Mantu Kucing’ itu sendiri dimulai oleh ratusan warga yang
mengarak kucing jantan dan betina yang digendong masing-masing Jogotirto dan
diiringi jaranan buto berjalan dari rumah Mbah Martoyo, menuju sumber Mbah
Umbul yang berjarak kurang lebih 1 kilometer pada pukul 09.00 Wib. Animo
masyarakat terlihat guyup rukun dengan bukti adanya puluhan ambeng, dawet,
jajanan dan nasi serta lain-lain makanan yang dibeber diarea sumber Mbah Umbul,
tempat berlangsungnya arena jaranan buto.
Sementara Buntas Triono, Kades Grajakan, Kecamatan Purwoharjo,
menyatakan apresiasinya atas ikhtiar warganya demi mendapatkan hujan sekaligus
berdoa bersama demi keselamatan penduduk Desa. “Ini ada unsur nguri-nguri
budaya Jawa, tentu karena ketika saya lahir budaya dan tradisi ini sudah
berlangsung, patut mendapat dukungan penuh. Bahkan kedepan ada perhatian dari
pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, atas pelestarian budaya ini,” ujarnya
dihadapan sejumlah wartawan.
Usai prosesi ritual disumber Mbah Umbul, pergelaran jaranan Buto
dilanjutkan dirumah Jogotirto (ketua Sub Blok) Sumaji, di Dusun Bulusari, Desa
Grajakan. “Setiap tahun yang ketempatan pergelaran jaranan buto ini bergilir
mas, kebetulan tahun ini waktunya di rumah Jogotirto Pak Sumaji,” jelas Kades
Buntas, yang didampingi para sesepuh Desa dan para ketua Sub Blok (Jogotirto),
serta para petugas PPL Desa Grajakan dan Desa tetangga.
This entry was posted
on 11:32 AM
and is filed under
Seni Budaya
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
.